Indikasi Lakukan Mal Praktek, Putri Ketua DPD PWRI Jabar Meninggal Dunia, Setelah Menjalani Perawatan Di RS BSH Bogor

BOGOR,JABAREXPOSE.COM – Putri Ketua Dewan Pimpinan Daerah Persatuan Wartawan Republik Indonesia (DPD PWRI) Provinsi Jawa Barat H. Hermawan, meninggal dunia setelah menjalani perawatan di Rumah Sakit Bogor Senior Hospital, pihak RS BSH diduga kuat melakukan malpraktek.

H. Hermawan mengungkapkan, kondisi putrinya memburuk setelah diberikan cairan dalam 2 – 3 tahap. dengan dosisnya 500 CC untuk 3 (tiga) kali pemberian cairan dengan 1500 cc, menurut keterangan dokter , dr. Analysa, Sp.A.

Namun pada saat cairan dimasukkan, tidak ada tindakan pemasangan kateter untuk mengontrol cairan masuk maupun keluar, sehinga tidak bisa dilakukan observasi yang maksimal, anehnya kateter tidak dipasang kepasien namun pihak Rumah sakit RS BSH menagih pembayaran kepada keluarga pasien, dan keluarga pasien membayar tagihan tersebut.

“ Tanggal 23 September 2022, sekitar pukul 07.00, dr. Analysa, Sp.A, visit dan menyampaikan bahwa trombosit anak saya turun. Saya menyampaikan bahwa pada malam hari anak saya kedinginan, demam sudah turun, makan minum berkurang. Lalu perawat mengecek nadi anak saya, dan terlihat angka sekitar 123. Saya tanyakan apakah itu normal? Perawat menjawab normal.

Sekitar pukul 12.00, saya melihat ujung jari anak saya berwarna orange, kemudian perawat mengecek nadi anak saya sekitar 14.00. Lalu datang dr. Metta yang menginformasikan bahwa anak saya harus ditambah cairan. Lalu cairan ditambahkan dalam dua tahap dengan jenis yang berbeda. Kemudian dilakukan cek darah, dimasukkan lagi cairan kedua. Pada saat cairan dimasukkan, tidak ada tindakan pemasangan kateter untuk mengontrol cairan yang masuk dan keluar,” ungkap Hermawan, Rabu (05/10/2022).

Hermawan menambahkan, setelah cairan dimasukkan semua, anaknya dirontgen. Kemudian dr. Metta menyarankan bahwa anaknya harus di rujuk ke RS Medistra di Jakarta, karena butuh perawatan PICU, bukan ICU atau HCU.

“ Kemudian anak saya dibawa ke ruang ICU RS BSH, sampai di ICU anak saya merasakan kedinginan ekstrim dan bibirnya sudah membiru, menurut keterangan perawat anak saya mengalami shock berat, Pada saat itu yang ada dokter jaga dan beberapa perawat, bukan dokter anak, baru diketahui saat itu bahwa dokter A bukanlah dokter yang STAY di RS BSH, Di saat anak saya kedinginan ektrim, pihak RS hanya memberikan selimut dan kompres air panas serta alat penghangat listrik yang tidak berfungsi. Tidak ada pemberian tindakan dan obat apapun,” untuk menghilangkan schok tersebut terangnya.

“ Setelah kedinginan ekstrim tersebut anak saya sesak nafas dan pihak RS BSH hanya memberikan oksigen dari pukul 14.00 sampai pukul 18.30, tanpa ada tindakan apapun, padahal anak saya sesak nafas dan kedinginan dengan nadi sekitar 160m- 161 , hingga anak saya dibawa ke RS PMI,” tuturnya.

Namun, lanjut Hermawan, sesampai di RS PMI sekitar pukul 19.00, nadi anaknya sekitar 168.

“ Setelah dokter memeriksa anak saya dipasang infus dan kateter dengan cara diguyur. Di IGD RS PMI, nadi anak saya terus naik sampai 200, kemudian dibawa ke ruang ICU PMI dan dipasang ventilator. Setelah dipasang ventilator, saya dipanggil untuk melihat anak saya, dan ternyata anak saya sudah dinyatakan meninggal dunia,”

Dan lebih parahnya di rujuk ke RS PMI Bogor tanpa RS BSH mengkorfimasi ke RS PMI Bogor apakah RS PMI Bogor memiliki Ruang PICU atau Tidak, karena anak saya harus masuk ke ruang PICU, ternyata di RS PMI Bogor tidak memiliki sarana ruang PICU, untuk apa anak saya di rujuk ke RS PMI Bogor yang tidak memiliki Ruang PICU, sehinga menyebabkan anak saya wafat.

jadi ternyata pihak RS BSH Bogor sangat lalai untuk menangani anak saya dan tidak professional,” ungkapnya.

Adapun pihak RS yang datang adalah dr. Analysa Sp.A, kepala perawat dan 2 orang tim manajemen RS BSH. Dari hasil klarifikasi tersebut ditemukan dugaan kesalahan tindakan medis yang tidak sesuai sebagaimana mestinya.

Awak media yang tergabung dalam PWRI, ketika mengkonfirmasi terkait kasus ini, tidak mendapat jawaban secara jelas dari pihak RS BSH.
Dr. Analysa, Sp.A, yang menangani pasien, yang seharusnya ikut memberi penjelasan dalam klarifikasi justru tidak hadir, namun hanya dihadiri oleh kuasa hukum yang saat menunjukan Surat Kuasa tidak memakai kop surat kantor pengacara maupun kop surat RS BSH yang surat kuasa tersebut kebenarannya di ragukan, dan sejumlah perawat dan perwakilan manajemen RS BSH.

Masih di tempat yang sama, Sekretaris Jenderal DPP PWRI, Jagad yang turut mendampingi H. Hermawan menambahkan bahwa kita akan melakukan langkah berikutnya setelah pertemuan hari ini deadlock karena pihak RS. BSH tidak bisa menghadirkan dr. A meski untuk memberikan penjelasan atas tindakan yang telah dilakukannya.

“Terima kasih saudara-saudaraku para wartawan PWRI se- Jawa Barat yang sudah bersikap santun meski kita sangat kehilangan dan kita keluarga besar PWRI se- Jawa Barat sudah menunjukkan sebagai wartawan yang bermartabat. Ada pun mengenai langkah berikutnya tidak terlihat itikad baik dari pihak RS. BSH, tunggu instruksi dan kita akan bersama-sama mengawal masalah ini sampai tuntas”, ungkap Sekjen DPP PWRI.

Pada akhir keterangannya D. Supiyanto Jagad menyampaikan bela sungkawa khususnya kepada Bapak H. Hermawan, Ketua DPD PWRI Jawa Barat, atas meninggal putrinya.

“Kita Kelurga Besar Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) sangat kehilangan dan berduka, dan kita harus bersama-sama pastikan, mengawal Kasus ini sampai tuntas”, pungkas Jagad.

Reporter : Fahmi / Jenal Alviansyah