Jabarexpose.com._Karawang-, 16 Oktober 2025 โ Suasana sakral Musabaqah Tilawatil Qurโan (MTQ) tingkat Kecamatan Rengasdengklok mendadak tercoreng akibat insiden memalukan yang dilakukan seorang oknum Aparatur Sipil Negara (ASN). Oknum tersebut membentak seorang wartawan yang tengah meliput kegiatan, di hadapan publik dan peserta acara.
Menurut keterangan sejumlah saksi, insiden terjadi saat jurnalis lokal โAsep Beloโ melontarkan pertanyaan normatif seputar pelaksanaan MTQ kepada ASN bersangkutan. Alih-alih memberi jawaban informatif, ASN tersebut justru merespons dengan bentakan keras, nada merendahkan, dan gestur intimidatif. Padahal, acara tersebut merupakan kegiatan keagamaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kesantunan dan kedamaian.
Etika dan Profesionalisme ASN Dipertanyakan
Tindakan arogan ini menuai sorotan tajam dari berbagai pihak. Masyarakat menilai, perilaku demikian mencoreng citra birokrasi yang seharusnya menjadi teladan.
โIni bukan sekadar ledakan emosi. Ini mencerminkan masih kuatnya mentalitas feodal di tubuh birokrasi,โ ujar Ugay Mulyana, Ketua Laskar NKRI Rengasdengklok, saat dimintai keterangan.
โSeorang ASN seharusnya menjadi contoh dalam kesantunan. Kalau di acara MTQ saja bersikap seperti preman, bagaimana publik bisa percaya pada pelayanan mereka?โ tegasnya.
Ancaman terhadap Kebebasan Pers
Insiden tersebut juga dianggap sebagai bentuk pelecehan terhadap kebebasan pers. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, jurnalis memiliki hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi kepada publik. Intimidasi terhadap wartawan saat bertugas dapat dikategorikan sebagai penghalangan kerja jurnalistik.
โJurnalis bekerja untuk publik, bukan untuk kepentingan pribadi. Tindakan membentak dan mengintimidasi wartawan jelas melanggar hak publik atas informasi,โ ungkap salah satu perwakilan komunitas pers lokal.
Tuntutan Sanksi Tegas
Masyarakat dan komunitas pers mendesak Camat Rengasdengklok serta Pemerintah Kabupaten Karawang untuk segera memberikan sanksi tegas dan transparan terhadap ASN yang bersangkutan. Tindakan disipliner diperlukan agar tidak menimbulkan preseden buruk dan menjaga marwah kegiatan keagamaan dari perilaku arogansi birokrasi.
โJika dibiarkan, publik akan kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah. Apalagi ini menyangkut acara keagamaan. Kemuliaan Al-Qurโan seharusnya tidak dikalahkan oleh sikap premanisme,โ tambah Ugay Mulyana.
Catatan Hitam di Tengah Syiar Keagamaan
Peristiwa ini menjadi tamparan keras bagi birokrasi di tingkat kecamatan. Di saat pemerintah gencar menggelar kegiatan keagamaan yang damai dan penuh makna, masih saja ada oknum yang memperlihatkan perilaku yang jauh dari nilai-nilai luhur agama.
Publik kini menunggu, apakah pemerintah daerah akan bersikap tegas atau justru membiarkan arogansi birokrasi ini menjadi budaya yang dibiarkan tumbuh subur di tengah masyarakat.
Reporter : Angga.w/red
